Rahasia
adalah sesuatu yang terjadi secara tersembunyi di antara Anda dan sahabat Anda
dan diharamkan bagi Anda untuk menyebarkan atau menjelaskan rahasia itu kepada
seseorang, sekalipun dia berkata, “Jangan menjelaskannya kepada seseorang”,
atau diketahui dari tingkah-lakunya bahwa ia tidak suka jika seseorang
mengetahuinya atau diketahui dari kondisinya bahwa ia tidak suka jika seseorang
mengetahuinya.
Contoh
pertama,
lafazh, seseorang berbicara kepada Anda, lalu ia juga berkata, “Jangan
sampaikan kepada orang lain.” Maka baginya ada amanah bagi Anda.
Contoh
kedua,
sikap dan tingkah laku, ia berbicara kepada Anda namun ketika berbicara ia
sambil berpaling muka. Ia khawatir jika seseorang mendengarnya. Karena makna
menoleh adalah bahwa ia tidak suka jika seseorang mengetahui urusannya.
Contoh
ketiga,
keadaan, sesuatu yang dibicarakan atau dikhabarkan kepada Anda termasuk sesuatu
yang mengundang rasa malu ketika menyebutkannya atau menimbulkan rasa takut
ketika mengatakannya dan lain sebagainya. Maka tidak dihalalkan bagi Anda untuk
menyebarkan rahasia itu.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
... وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ
كَانَ مَسُۡٔولٗا ٣٤
“...Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.”
(QS. Al-Isra: 34)
HADITS NO 685
وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ مِنْ أَشَرِّ
النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الرَّجُلُ يُقْضِي إِلَى
الْمَرْأَةِ وَيُقْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu
‘anhu, ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda,
‘Sungguh, seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari Kiamat adalah
pria yang bersetubuh dengan istrinya dan wanita dengan suaminya, lalu
menyebarkan rahasianya’.” (HR. Muslim)
Faidah Hadits:
1. Menyebarluaskan
rahasia hubungan badan termasuk salah satu dosa besar, karena adanya
ancaman yang keras terhadapnya[1].
2. Di antara hak suami
istri terhadap pasanganya adalah tidak menyebarluaskan rahasia yang ada di antara
mereka.
3. Meskipun di dalam
hadits tersebut terdapat kelemahan, namun larangan menyebarluaskan rahasia hubungan
badan ini juga disebutkan oleh hadits lainya, misalnya hadits Asma ‘ binti Yazid,
dimana dia pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam,
sedang beberapa orang laki-laki dan perempuan
dalam keadaan duduk-duduk lalu bertanya; ‘’Mungkin ada seorang suami yang menceritkan apa yang
dikerjakanya terhadap isterinya, dan mungkin juga ada seorang isteri yang
menceritakan apa yang dikerjakannya
dengan suaminya?” Maka diamlah
semuanya, lalu saya katakan, “Demi Allah, ada wahai Rasulullah. Sesungguhnya
wanita-wanita itu melakukan hal tersebut. Dan sesungguhnya laki-laki itupun
demikian,”. Lalu beliau bersabda: “Janganlah kalian melakukan itu, karena
pelakunya seperti syaitan laki-laki yang bertemu dengan syaitan perempuan di jalan,
kemudian dia menggaulinya sedang
orang-orang menyaksikanya.”.
4. Di antara hikmah
larangan tersebut yang tampak adalah, bahwa penyebaran rahasia hubungan badan,
dan pengungkapan yang membuat isteri menyukai suaminya atau suami menyukai
isterinya, dapat menjadikan orang-orang jahat berbuat lancang atau kurang ajar
kepada orang-orang baik, atau orang-orang zhalim terhadap orang-orang bertaqwa.
Berapa banyak hal itu menyebabkan rusaknya rumah tangga yang tenang. Oleh karena itu hendaklah orang-orang
yang beriman baik laki-laki maupun perempuan memperhatikan hal tersebut sebelum
tergelincir.
HADITS
NO. 686
عن عبدِ الله بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما: أنَّ عُمَرَ رضي الله
عنه حِيْنَ تأيَّمَتْ بِنْتُهُ حَفْصَةُ، قَالَ: لَقِيتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ
رضي الله عنه، فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ حَفْصَةَ، فَقُلْتُ: إنْ شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ
حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ؟ قَالَ: سأنْظُرُ فِي أمْرِي. فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ ثُمَّ
لَقِيَنِي، فَقَالَ: قَدْ بَدَا لِي أنْ لا أتَزَوَّجَ يَوْمِي هَذَا. فَلَقِيتُ
أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيق رضي الله عنه، فقلتُ: إنْ شِئْتَ أنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ
عُمَرَ، فَصَمَتَ أَبُو بَكْرٍ رضي الله عنه، فَلَمْ يَرْجِعْ إلَيَّ شَيْئًا!
فَكُنْتُ عَلَيْهِ أوْجَدَ مِنِّي عَلَى عُثْمَانَ، فَلَبِثَ لَيَالِيَ ثُمَّ
خَطَبَهَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَأنْكَحْتُهَا إيَّاهُ. فَلَقِيَنِي
أَبُو بَكْرٍ، فَقَالَ: لَعَلَّكَ وَجَدْتَ عَلَيَّ حِيْنَ عَرَضْتَ عَلَيَّ
حَفْصَةَ فَلَمْ أرْجِعْ إِلَيْكَ شَيْئًا؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: فَإنَّهُ
لَمْ يَمْنَعْنِي أنْ أرْجِعَ إِلَيْك فِيمَا عَرَضْتَ عَلَيَّ إِلا أنِّي كُنْتُ
عَلِمْتُ أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ذَكَرَهَا، فَلَمْ أكُنْ لأُفْشِيَ
سِرَّ رَسُولِ الله صلى الله
عليه وسلم وَلَوْ تَرَكَهَا النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم لَقَبِلْتُهَا]] رواه البخاري.[[
“Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma bahwasanya Umar radhiyallahu
‘anhu
pada suatu ketika puterinya itu menjadi janda yakni Hafshah. Umar berkata:
"Saya bertemu Utsman bin Affan, kemudian saya menawarkan padanya akan
Hafshah, lalu saya berkata: "Jikalau Anda suka, saya akan menikahkan Anda
dengan Hafshah binti Umar." Utsman menjawab: "Akan saya fikirkan dulu
persoalanku ini," -yakni suka mengawini atau tidaknya-. Saya berdiam diri
beberapa malam -maksudnya menantikan sampai beberapa hari-, kemudian ia menemui
saya lalu berkata: "Kini telah jelas dalam pendirian saya bahwa saya sedang
tidak ingin menikah pada hariku ini." Selanjutnya saya bertemu dengan Abu
Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu lalu saya berkata: "Jikalau Anda suka, saya akan menikahkan Anda
dengan Hafshah binti Umar. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu diam saja dan seterusnya ia tidak kembali padaku sama sekali -yakni
tidak memberikan jawaban apa-apa perihal ya atau tidaknya-. Oleh sebab tidak
menerima jawaban itu, maka saya lebih sangat marah kepada Abu Bakar daripada
terhadap Utsman. Lewat beberapa hari kemudian, dia dipinang oleh Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam lalu saya menikahkan Hafshah itu kepada beliau shallallahu
‘alayhi wa sallam. Setelah itu Abu Bakar menemui saya, kemudian iapun berkata:
"Barangkali Anda marah kepada saya ketika Anda menawarkan Hafshah pada
saya, tetapi saya tidak memberikan jawaban apapun kepada Anda?" Saya
berkata: "Ya." Abu Bakar lalu berkata lagi: "Sebenarnya tidak
ada yang menghalang-halangi saya untuk kembali -memberikan jawaban- kepada Anda
perihal apa yang Anda tawarkan kepada saya, hanya saja karena saya telah
mengerti bahwa Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah
menyebut-nyebut Hafshah -maksudnya beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam ada keinginan
akan menikahinya-. Maka oleh sebab itu saya tidak akan membuka rahasia
Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam itu. Andaikata beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam
meninggalkannya -yakni tidak ada keinginan menikahinya-, niscaya saya
menerimanya -yakni menikahinya-. (HR. Bukhari)
Faidah Hadits:
1. Diperbolehkan bagi seseorang menawarkan anak atau saudara
perempuanya kepada orang yang baik agar
dinikahi. Karena hal itu mengandung manfaat bagi yang ditawarkan.
2. Keutamaan menyembunyikan
rahasia dan upaya menyembunyikanya, secara sungguh-sungguh. Jika pemilik rahasia itu sendiri yang
membeberkanya, maka tidak ada dosa bagi yang
mendengarkanya.
3. Kemarahan tidak
harus merusak tali cinta kasih, tetapi
orang yang marah harus tetap mencurahkan cintanya semampunya. Oleh Karen itu
Umar radhiyallahu ‘anhu sangat marah kepada Abu Bakar bahkan lebih marah
daripada kepada Utsman, karena di antara keduanya telah terjalin cinta kasih
dan hubungan yang sangat dekat.
4. Disunahkan bagi
orang yang diberi alasan supaya mau menerima alasan tersebut.
5. Sebgaimana gadis,
seorang janda juga harus mempunyai wali, sehingga dia tidak boleh menikah sendiri.
Rasulullah bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لا تُنْكِحُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ، وَلا
تُنْكِحُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا، إِنَّ الَّتِي تُنْكِحُ نَفْسَهَا هِيَ
الْبَغِيُّ “، قَالَ ابْنُ سِيرِينَ: وَرُبَّمَا قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: ” هِيَ
الزَّانِيَةُ “
“Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam: “Janganlah seorang wanita menikahkan wanita yang lainnya.
Dan jangan pula seorang wanita menikahkan dirinya sendiri. Sesungguhnya seorang
wanita yang menikahkah dirinya sendiri, maka ia adalah pelacur”. Ibnu Siiriin
berkata : “Kadang Abu Hurairah berkata : “Ia adalah wanita pezina”.
(Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 3540; shahih)
HADITS NO. 687
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ: كُنَّ أزْوَاجُ
النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم عِنْدَهُ، فَأقْبَلَتْ فَاطِمَةُ رضي الله عنها
تَمْشِي، مَا تُخْطِئُ مِشْيَتُهَا مِنْ مشْيَةِ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم
شَيْئًا، فَلَمَّا رَأَهَا رَحَّبَ بِهَا، وقال: ((مَرْحَبًا بِابْنَتِي))، ثُمَّ
أجْلَسَهَا عَنْ يَمِينِهِ أَوْ عَنْ شِمَالِهِ، ثُمَّ سَارَّهَا فَبَكتْ بُكَاءً
شَديدًا، فَلَمَّا رَأَى جَزَعَهَا، سَارَّهَا الثَّانِيَةَ فَضَحِكَتْ، فَقُلْتُ
لَهَا: خَصَّكِ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم مِنْ بَيْنِ نِسَائِهِ بالسِّرَارِ،
ثُمَّ أنْتِ تَبْكِينَ! فَلَمَّا قَامَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم سَألْتُهَا:
مَا قَالَ لَكِ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم ؟ قَالَتْ: مَا كُنْتُ لأُفْشِي
عَلَى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم سِرَّهُ، فَلَمَّا تُوُفِّيَ رسولُ الله صلى
الله عليه وسلم قُلْتُ: عَزَمْتُ عَلَيْكِ بِمَا لِي عَلَيْكِ مِنَ الحَقِّ، لَمَا
حَدَّثْتِنِي مَا قَالَ لَكِ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم ؟ فَقَالَتْ: أمَّا
الآنَ فَنَعَمْ، أمَّا حِيْنَ سَارَّنِي في المَرَّةِ الأُولَى فأخْبَرَنِي أَنَّ
جِبْريلَ كَانَ يُعَارِضُهُ القُرآنَ في كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ،
وَأَنَّهُ عَارَضَهُ الآنَ مَرَّتَيْنِ، وَإنِّي لا أُرَى الأَجَلَ إِلا قَدِ
اقْتَرَبَ، فَاتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِي، فَإنَّهُ نِعْمَ السَّلَفُ أنَا لَكِ،
فَبَكَيْتُ بُكَائِي الَّذِي رَأيْتِ، فَلَمَّا رَأَى جَزَعِي سَارَّنِي
الثَّانِيَةَ، فَقَالَ: ((يَا فَاطِمَةُ، أمَا تَرْضَيْنَ أنْ تَكُونِي سَيِّدَةَ
نِسَاءِ المُؤُمِنِينَ، أَوْ سَيَّدَةَ نِساءِ هذِهِ الأُمَّةِ؟)) فَضَحِكْتُ
ضَحِكِي الَّذِي رَأيْتِ. ]]متفقٌ
عَلَيْه[[
“Dari Aisyah radhiallahu
'anha, ia berkata: "Kami para isteri Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam sedang berada di sisi beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam. Kemudian
menghadaplah puterinya yakni Fathimah radhiallahu 'anha dengan berjalan
dan jalannya itu tidak berbeda sama sekali dengan Rasulullah -yakni sama persis-
dari jalannya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Ketika beliau shallallahu
‘alayhi wa sallam melihatnya, beliaupun menyambutnya dengan baik dan bersabda:
"Marhaban (selamat datang) hai puteriku." Fathimah disuruhnya duduk di
sebelah kanannya atau -menurut riwayat lain- di sebelah kirinya. Kemudian Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam membisikkan (sesuatu) kepadanya, lalu Fathimah menangis dengan tangisan yang
keras sekali. Setelah beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam melihat
kegelisahan puterinya lalu dibisikinya sekali lagi, lalu Fathimah
tertawa." Saya -Aisyah- berkata kepada Fathimah: "Engkau telah
diistimewakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam di antara isteri-isterinya
dengan rahasia-rahasia, kemudian engkau menangis." Maka tatkala Rasulullah
shallallahu
‘alayhi wa sallam berdiri dari tempatnya, lalu saya -Aisyah-
bertanya kepada Fathimah: "Apakah yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam padamu itu?" Fathimah menjawab: "Saya tidak akan
menyebarluaskan apa yang dirahasiakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam". Ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah wafat,
saya berkata kepada Fathimah: "Saya sengaja hendak bertanya kepadamu
dengan cara yang sebenarnya, supaya engkau memberitahukan kepadaku apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam. Fathimah menjawab: "Kalau sekarang, baiklah saya
memberitahukan itu. Adapun yang dibisikkan oleh beliau shallallahu
‘alayhi wa sallam pada pertama kalinya, yaitu beliau shallallahu
‘alayhi wa sallam memberitahukan kepada saya bahwasanya Jibril selalu mengulangi
bacaan Al-Qur’an kepada beliau sebanyak satu kali atau dua kali dalam setiap
tahun, sedang sekarang dalam setahun dia mengulanginya dua kali. Beliau shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya saya tidak mengetahui tentang
datangnya ajalku itu, melainkan tentu sudah dekat. Maka dari itu bertaqwalah
engkau dan bersabarlah, sesungguhnya aku adalah sebaik-baik pendahulumu."
Karena itu saya menangis sebagaimana tangisku yang Anda lihat ketika itu. Tatkala beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam melihat
kesedihanku, beliau membisikkan lagi seraya menyatakan: "Hai Fathimah,
tidakkah engkau suka jikalau engkau menjadi penghulu -pemimpin- dari seluruh
wanita dari kalangan kaum mu'minin atau penghulu dari seluruh wanita dari
kalangan ummat ini?" Oleh karena itu, maka sayapun tertawa sebagaimana
yang Anda lihat kala
itu." (Muttafaq 'alaih. Ini adalah lafaznya Imam Muslim)
Faidah Hadits:
1. Penjelasan mengenai
keistimewaan Fathimah dan bahwasanya dia adalah pemuka bagi wanita-wanita ummat
ini.
2. Hadits di atas
termasuk dalil yang menunjukkan kenabian beliau
dimana Rasulullah telah memberitahukan puterinya mengenai dekatnya ajal
beliau, dan beliau juga memberitahukan bahwa dia (Fathimah) merupakan anggota
keluarga beliau yang paling pertama bertemu dengannya.
3. Diperbolehkan
menangis tanpa mengeluarkan suara, teriakan, ratapan, memukuli wajah, atau merobek-robek
pakaian, karena tangis merupakan rahmat yang diletakkan oleh Allah di dalam
hati hamba-Nya yang beriman[2].
4. Disunnahkan untuk
menyembunyikan rahasia dan tidak menyebarkannya sehingga hilang halangan untuk
itu.
5. Ditetapkannya hak
bagi isteri-isteri Nabi atas orang-orang Mukmin baik laki-laki maupun
perempuan, karena mereka adalah Ummahatul Mukminin Ibu bagi orang-orang Mukmin.
6. Mengulang bacaan
al-Qur-an dengan para huffazh merupakan salah satu cara menghafalnya. Dan hal
itu merupakan Sunnah yang patut diikuti di antara kalangan orang-orang Mukmin
dan para huffazh. Oleh karena itu, para hufazh hams menjaga hafalan al-Qur’annya.
7. Diperbolehkan
mengambil petunjuk dengan beberapa tanda-tanda, di mana Rasulullah salallahu
alaihi wassalam telah menjadikan pengulangan bacaan al-Qur’an oleh Jibril
kepada beliau sebanyak dua kali -padahal biasanya Jibril mengulang bacaan
beliau hanya sekali dalam setahun- sebagai tanda dekatnya ajal beliau.
HADITS NO. 688
وعن ثَابِتٍ عن أنس رضي الله عنه قال: أتَى عَلَيَّ رسول الله
صلى الله عليه وسلم وَأنَا ألْعَبُ مَعَ الغِلْمَانِ، فَسَلمَ عَلَيْنَا،
فَبَعَثَني فِي حاجَةٍ، فَأبْطَأتُ عَلَى أُمِّي. فَلَمَّا جِئْتُ، قالت: مَا
حَبَسَكَ؟ فقلتُ: بَعَثَني رسولُ الله صلى الله عليه وسلم لِحَاجَةٍ، قالت: مَا
حَاجَتُهُ؟ قُلْتُ: إنَّهاَ سِرٌّ. قالت: لا تُخْبِرَنَّ بِسرِّ رسول الله صلى
الله عليه وسلم أحَدًا، قَالَ أنَسٌ: وَاللهِ لَوْ حَدَّثْتُ بِهِ أحَدًا
لَحَدَّثْتُكَ بِهِ يَا ثَابِتُ. ]]رواه
مسلم وروى البخاري بعضه مختصرًا.[[
“Dari Tsabit
dari Anas radhiyallahu
‘anhu,
katanya: "Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam mendatangi
saya dan di waktu itu saya sedang bermain-main dengan beberapa orang anak.
Beliau shallallahu
‘alayhi wa sallam mengucapkan salam pada kita, kemudian menyuruh saya untuk sesuatu
keperluannya. Oleh sebab itu saya terlambat mendatangi ibuku. Selanjutnya
setelah saya datang, ibu lalu bertanya: "Apakah yang menahanmu –sehingga
datang terlambat-?" Saya berkata: "Saya diperintah oleh Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam untuk suatu keperluannya." Ibu bertanya: "Apakah
hajatnya itu?" Saya menjawab: "Itu adalah rahasia." Ibu berkata:
"Kalau begitu jangan sekali-kali engkau memberitahukan rahasia Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam tersebut kepada siapapun juga." Anas berkata: "Demi
Allah, andaikata rahasia itu pernah saya beritahukan kepada seseorang, niscaya
saya akan memberitahukan hal itu kepadamu pula, hai Tsabit." (Diriwayatkan
oleh Imam Muslim, sedang Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dengan diringkaskan).
Faidah Hadits:
1. Akhlak yang sangat
baik Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam dan tawadhu’ beliau yang utuh.
Beliau mengucapkan salam kepada sejumlah anak-anak yang sedang bermain.
2. Sebagian kaidah
dalam hadits ini adalah bahwa disunnahkan mengucapkan salam kepada orang yang
dilewati, sekalipun mereka adalah anak-anak.
3. Diperbolehkan
mengutus anak-anak untuk suatu hajat dengan, dengan syarat anak itu benar-benar
dipercaya.
4. Keutamaan Anas bin
Malik dan keagungan perasaannya serta keteguhannya memegang amanah, juga
kesetiaannya memenuhi janji, dan keseriusannya untuk menjaga rahasia
Rasulullah baik ketika beliau masih
hidup atau sesudah wafat.
5. Pendidikan yang
sangat baik yang diberikan oleh Ummu Sulaim (istri Abu Thalhah) kepada
puteranya, di mana dia telah berpesan kepada anaknya supaya tidak
menyebarkan rahasia Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam.
6. Menjaga rahasia
saudara dan tidak menyebarluaskannya merupakan salah satu bentuk akhlak mulia
dan termasuk adab Islam.
7. Yang perlu diketahui
dalam masalah penjagaan rahasia ini adalah dilarang menyebarluaskan rahasia
jika hal itu akan berakibat buruk dalam kehidupan pemilik rahasia tersebut.
Jika pemilik rahasia itu sudah mati, dan akan menimbulkan aib baginya, maka
hukumnya adalah sama seperti ketika dia masih hidup. Namun jika di dalam
penyebaran itu membawa dampak yang baik dan kemuliaan, maka hal itu tidak
dilarang. Tetapi jika penyembunyian rahasia itu, mengakibatkan pertumpahan
darah, membahayakan kehormatan dan mengancam harta orng lain, maka menjaga
rahasia tersebut pada saat seperti itu adalah haram, bahkan wajib untuk
menyebarluaskan. Wallahu a’lam.
[1]
Imam Al Qurthubi mendefinisikan dosa besar; “Setiap dosa yang dinyatakan oleh
nash Al-Qur’an, atau As-Sunnah, atau Ijma’, bahwa ia dosa besar (dengan
ungkapan كَبِيْرَةٌ ) atau dosa besar dengan ungkapan عَظِيْمٌ ), atau diberitakan mendapatkan adzab yang
dahsyat, atau dikaitkan dengan hukuman hudud, atau diingatkan dengan
keras, maka ia adalah dosa besar.
[2] Larangan memukul-mukul pipi, merobek baju serta
berdo’a dengan seruan jahiliyah:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَعَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبِ
وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
“Bukan termasuk
golongan kami orang yang menampar-nampar pipi dan merobek-robek krah baju serta
menyeru dengan seruan-seruan jahiliyyah.” (HR. Imam Bukhari, Imam Muslim dan
lainnya)
EmoticonEmoticon