Hukum Menggunakan Kartu Kredit

Desember 08, 2015

            Syaikh Muhammad bin Aburrahman Al Jibrin rahimahulloh pernah ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut:
            “Saya mempunyai kartu bank yang disebut dengan “Kartu Kredit”. Memalui keanggotaan ini saya bisa membeli setiap kebutuhan yang saya perlukan, khususnya ketika dalam perjalanan dimana saya sangat antusias untuk tidak menggunakan uang, karena untuk menjaga keamanan dari pencurian dan kehilangan. Mengingat keanggotaan pada kartu ini mewajibkan saya untuk membayar tagihan tahunan. Dalam hal ini, bank di mana saya berlangganan mengirimkan daftar bulanan bagi barang yang telah dibeli tanpa mengenakan biaya tambahan. Hanya saja, dalam kondisi saya tidak melunasi tagihan bulanan, maka dikenakan bunga atas hal itu. Perlu diketahui, bahwa saya tidak akan terlambat dalam membayar tagihan karena biayanya terpenuhi (ada). Apa hukum kartu tersebut?
            Syaikh Ibnu Jibrin menjawab:
“Dalam pandangan saya, tidak boleh berlangganan pada kartu seperti ini karena adanya tagihan tahunan diambil dari para anggota. Di samping itu, karena hal itu membuat Anda dibatasi untuk tidak membeli kecuali dari orang-orang tertentu saja, atau bila Anda terlambat melunasinya, maka bank tersebut akan menambah biaya bagi Anda, dan tambahan biaya ini tidak lain adalah riba yang kentara, akan tetapi bila Anda takut terjadi pencurian terhadap uang Anda dalam kondisi perjalanan, maka mungkin dibolehkan menggunakan kartu tersebut sesuai ukuran keperluannya saja.” [Demikian jawaban dari Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al-Jibrin]

            Sebagai peringatan kepada kaum muslimin, mari kita menyelami kembali bagaimana hukum dan bahaya riba bagi para pelakunya.
A. Definisi riba
            Ditinjau dari ilmu bahasa Arab, riba bermakna: Tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi.
            Ada pun dalam pemahaman syari’at, para ulama berbeda-beda ungkapannya dalam mendefinisikannya, akan tetapi maksud dan maknanya tidak jauh berbeda. Di antara definisi yang dirasa cukup mewakili berbagai definisi yang ada adalah:
“Suatu akad/transaksi atas barang tertentu yang ketika akad berlangsung, tidak diketahui kesamaanya menurut ukuran syari’at atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.”[1]
            Ada juga yang mendefinisikannya sebagai berikut:
“Penambahan pada komoditi/barang dagangan tertentu.”
B. Hukum Riba
            Tidak sangsi lagi bahwa riba adalah salah satu perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Sangat banyak dalil-dalil yang menunjukkan akan haramnya riba. Di antaranya:
            Alloh Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Surah Ali 'Imran,3: 130)
            Ibnu Katsir rohimahulloh berkata, “Alloh Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya kaum
Mu’minin dari praktek dan memakan riba yang senantiasa berlipatganda. Dahulu orang-orang jahiliyyah bila piutang telah jatuh tempo, mereka berkata kepada yang berhutang, ‘Engkau melunasi hutangmu atau membayar riba.’ Bila ia tidak melunasinya, maka pemberi hutang pun menundanya dan orang yang berhutang menambah jumlah pembayarannya. Demikianlah setiap tahun, sehingga bisa saja piutang yang sedikit menjadi berlipatganda hingga menjadi besar jumlahnya beberapa kali lipat. Dan pada ayat ini Alloh Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa bertakwa agar mereka selamat di dunia dan di akhirat.”
            Alloh Ta’ala juga berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Surah Al-Baqarah,2: 275)
            Di antara hadits Nabi yang menunjukkan haramnya memakan riba adalah sebagai berikut:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ. قِيْلَ: يَارَسُلَ اللهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ. متفق عليه
“Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Jauhilah olehmu tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan (pelakunya ke dalam neraka).” Para shahabat bertanya, “Ya Rosululloh, apakah dosa-dosa itu?” Beliau bersabda, “Mensekutukan Alloh, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Alloh kecuali dengan alasan yang dibenarkan, memakan harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri dari medan peperangan, dan menuduh wanita mu’min (yang menjaga kehormatannya) lagi baik (dengan tuduhan zina)” (Muttafaqun ‘alayhi)
            Alloh Ta’ala melaknat orang-orang yang memakan riba, pemberi riba, penulis dan saksi-saksinya. Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَعَنَ رَسُولَ اللهُ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أكِلَ الرِبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ          
“Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan dua orang saksinya.” Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (HR. Muslim)
            Dosa riba lebih besar daripada zina 36 kali. Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Satu dirham dari riba yang dimakan oleh seseorang sedangkan ia mengetahuinya, maka lebih besar dosanya di sisi Alloh daripada berzina sebanyak tiga puluh enam kali.” (HR. Ahmad)
            Dan dosa paling ringan pelaku riba seperti dosa menzinai ibu kandungnya sendiri. Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
الرِّبَا سَبْعُوْنَ حُوْبًا أَيْسَرُهَا أَن يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ
“Riba itu memiliki tujuh puluh tingkatan dosa, yang paling ringan seperti seseorang yang menyetubuhi ibunya.” (HR. Ibnu Majah, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)
            Riba menyebabkan kehinaan. Kondisi ummat Islam saat ini di belahan dunia dilanda kehinaan dan penindasan oleh orang-orang kafir. Ummat Islam tidak memiliki daya dan kekuatan, mereka laksana buih di lautan. Mereka diserbu dari berbagai arah laksana hidangan yang siap disantap. Salah satu penyebabnya adalah riba. Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Jika kalian melakukan perdagangan dengan cara ‘inah (salah satu bentuk riba), dan puas dengan peternakan, serta kalian ridho dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, maka Alloh akan menghinakan kalian. Dia tidak akan mencabut kehinaan itu sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud).



[1] Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syar’iah karya Muhammad Arifin bin Badri, hlm 2

Artikel Terkait

Previous
Next Post »