Loading...

TAFSIR SURAT AN-NAHL AYAT 90

November 29, 2017 Add Comment
 
TAFSIR SURAT AN-NAHL AYAT 90
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (٩٠)
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl: 90)

Tafsir Ibnu Katsir:
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa Dia memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk selalu bersikap adil dan memotivasi mereka untuk berbuat baik, seperti firman-Nya:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (١٢٦)
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama atas siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. An-Nahl: 126)

Dan firman-Nya,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (٤٠)
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy-Syuraa: 40)

Dan firman-Nya lagi,
وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ
“..Dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya..” (QS. Al-Maidah: 45). Dan masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan bahwa umat Islam diperintahkan untuk bersikap adil dan memotivasi untuk berbuat baik.

Dan firman-Nya: وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى “..Dan memberi kepada kaum kerabat..” maksudnya adalah Allah memerintahkan untuk menjalin silaturrahim. Seperti dalam al Qur’an surat al-Isra’: 26.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ “Dan Allah melarang dari perbuatan keji dan kemungkaran”. Lafazh الْفَحْشَاءِ artinya hal-hal yang diharamkan (baik yang dilakukan secara tersembunyi maupun terang-terangan). Sedangkan الْمُنْكَرadalah perbuatan haram yang dilakukan secara terang-terangan. Karena itu Allah berfirman pada surat lain:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi..” (QS. Al-A’raf: 33)

Sedangkan الْبَغْيُ (al baghyu) maknanya ialah permusuhan terhadap orang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan:
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ عُقُوبَتَهُ فِي الدُّنْيَ مَعَ مَا يَدَّخِرُ لِصَاحِبِهِ فِيْ الأَخِرَةِ، مِنَ الْبَغِيِ وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ.
“Tidak ada dosa yang lebih pantas disegerakan siksaannya di dunia, disamping adzab yang disimpan untuk pelakunya di akhirat, kecuali permusuhan (kezhaliman) terhadap orang lain dan memutuskan ikatan silaturahim.” (HR. Abu Dawud)


Firman Allah, يَعِظُكُمْ “Dia memberi pengajaran kepada kalian.” Maksudnya, Allah memerintahkan kalian untuk selalu berbuat baik dan melarang kalian dari perbuatan jahat, لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ “Agar kalian dapat mengambil pelajaran.”

MENGGAPAI KEBAHAGIAAN MELALUI UKHUWAH ISLAMIYAH

November 09, 2017 Add Comment



MENGGAPAI KEBAHAGIAAN MELALUI UKHUWAH ISLAMIYAH

Urgensi Pembahasan
Pembahasan materi ukhuwah Islamiyah pada zaman ini menjadi sangat penting karena semakin memudarnya ikatan ukhuwah Islamiyah di tengah-tengah umat Islam dan banyaknya kekeliruan dalam hal wala wal bara (loyalitas dan disloyalitas).

Definisi Ukhuwah
Kata ukhuwah menurut bahasa berasal dari kata “akhun” artinya berserikat dengan yang lain karena kelahiran dari dua belah pihak, atau salah satunya atau karena persusuan. Lalu kata ini dipakai untuk perserikatan, persaudaraan kabilah, agama, hubungan antar manusia, kasih sayang, dan keperluan lainnya. Mufradat Alfazhil Qur’an, Al Allamah Ar-Raghib Al-Ashfahani.

Ukhuwah menurut bahasa ialah saudara  sekandung, sebapak, seibu, atau sepersusuan. Lalu istilah ini digunakan  untuk  kepentingan  lain, persaudaraan antara  Negara, antara  suku  dan desa lain.

Dalam kamus-kamus bahasa arab  ditemukan  bahwa  kata  akh yang membentuk  kata  ukhuwah digunakan  juga  dengan  arti teman akrab atau sahabat.

Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.

Perintah Menjalin Ukhuwah Dalam Al-Qur’an dan Hadits
Salah satu faktor terbesar yang bisa membawa umat Islam kepada kemuliaan adalah jika mereka bersatu padu (menjalin ukhuwah) di atas landasan agama Islam, mengikuti petunjuk Allah dan tidak mengikuti hawa nafsu pribadi.

Karena begitu pentingnya ukhuwah antar kaum Muslimin, Allah Subhanahu wa Ta’ala menekankan hal itu dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Di antaranya:

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٠)
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)

Tafsir Ibnu Katsir:
Yaitu semua orang yang beriman adalah bersaudara dalam agama sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
“Orang muslim adalah saudara orang muslim (lainya), tidak menzhaliminya dan tidak pula membiarkannya dizhalimi.” (HR. Al Bukhari, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Disebutkan dalam kitab shahih, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim, no. 2669. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Dalam kitab Ash-Shahih juga disebutkan:
إِذَا دَعَا الْمُسْلِمُ لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ: آمِيْنَ، وَلَكَ بِمِثْلِهِ.
“Jika ada seorang muslim mendo’akan saudaranya tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, maka para Malaikat akan mengamininya dan berkata, “Dan untukmu juga seperti (isi do’amu).” (HR. Muslim, no. 2732, dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu)

Disebutkan juga dalam kitab shahih:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَّى. ))أَخْرَجَهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ (وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ(( (
“Perumpamaan kaum mukminin satu dengan yang lainnya dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah-lembut di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.” [HR. Bukhâri dan Muslim, sedangkan lafalnya adalah lafazh Imam Muslim].

Dalam kitab Ash-Shahih juga disebutkan:
(اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا) وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ صلى الله عليه وسلم
“Seorang mukmin bagi mukmin lainnya laksana bangunan, satu sama lain saling menguatkan. Rasululla shallallahu ‘alayhi wa sallam menyilangkan jari-jarinya.” [HR. Bukhari, no. 481, dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu].

2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (١١)
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At-Taubah: 11)

Tafsir Al-Qurthubi:
Firman Allah, فَإِنْ تَابُوا “Jika mereka bertaubat,” maksudnya adalah bertaubat dari kemusyrikan dan menetapi hukum-hukum Islam.

Firman Allah, فَإِخْوَانُكُمْ “Maka adalah saudara-saudaramu,” maksudanya adalah, merekalah saudara-saudaramu, فِي الدِّينِ “seagama.”

Ibnu Abbas radhiyallau ‘anhuma berkata, “Ayat ini mengharamkan darah para ahli kiblat.” (Atsar ini disebutkan oleh Ath-Thabari dalam Jami’ Al Bayan (8/62))

Ibnu Zaid berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibakan shalat serta zakat, dan tidak suka jika keduanya dipisahkan. Dia juga tidak suka menerima shalat kecuali dengan zakat.” (Atsar ini disebutkan oleh Ath-Thabari dalam Jami’ Al Bayan (8/62))

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kalian diperintahkan untuk menunaikan shalat dan zakat. Oleh karena itu, barangsiapa tidak pernah berzakat, maka tidak ada shalat baginya.” (Atsar ini disebutkan oleh Ath-Thabari dalam Jami’ Al Bayan (8/62))

Nikmat Ukhuwah dan larangan berpecah belah
3. Allah Subnahahu wa Ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٠٣)
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103)

Nikmat ukhuwah (persatuan) adalah nikmat yang sangat besar.
Firman Allah (وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا)  “Dan berpeganglah kamu semua pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” Ada yang berpendapat, (بِحَبْلِ اللَّهِ) Kepada tali (agama) Allah,” Maksudnya Adalah kepada Janji Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya pada ayat yang akan disebutkan nanti:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ ) )  “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS. Ali Imran : 112) yakni dengan perjanjian dan perlindungan.

Firman Allah, ( وَلا تَفَرَّقُوا) “Dan janganlah kamu bercerai-berai.” Allah memerintahkan mereka untuk bersatu dalam jama’ah dan melarang perpecahan.

Banyak hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam  yang melarang perpecahan dan memerintahkan persatuan. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahiih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :

إنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلَا تُشْرِكُوْ بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلَا تَفَرَّقُوْا وَأَنْ تَنَاصَحُوْا مَنْ وَلَّاهُ اللهُ أَمْرَكُمْ وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإضَاعَةَ الْمَال
”Sesungguhnya Allah meridhai tiga perkara bagi kalian dan membenci tiga perkara bagi kalian. Dia ridha jika kalian (pertama) beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, (kedua) berpegang teguh pada tali agama Allah dan tidak bercerai-berai dan (ketiga) setia kepada orang yang telah Allah serahi untuk menjalankan urusan kalian. Dan Dia membenci bagi kalian tiga perkara, yaitu (pertama) qiila wa qaala (membicarakan berita yang belum jelas), (kedua) banyak bertanya dan (ketiga) menghambur-hamburkan harta. [Muslim (III/1340). Muslim (no.1716)]

Firman Allah :
(وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ )
Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara, dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.”

Ayat ini berkenaan dengan kaum Aus dan Khazraj, sebab pada masa jahiliyah dulu, di antara mereka telah terjadi banyak peperangan, permusuhan yang sangat sengit, rasa dengki dan dendam yang menyebabkan terjadi pembunuhan  dan berbagai pertempuran.

Maka ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatangkan Islam, mereka pun memeluknya, dan jadilah mereka bersaudara, saling mencintai karena Allah, saling menyambung hubungan, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah berfirman :

هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ*  وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ
“Dia-lah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Seandainya kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al Anfaal: 62-63)

Dahulu mereka berada di tepi jurang Neraka disebabkan kekufuran mereka. Kemudian Allah menyelamatkan mereka dengan memberi hidayah keimanan. Mereka telah diungkit-ungkit oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pada pembagian ghanimah (harta rampasan perang) Hunain (dengan kata lain, mereka diingatkan kembali tentang kenikmatan yang telah mereka dapatkan dari Allah, dengan sebab diutusnya beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam. Ini terjadi pada saat salah seorang di antara mereka mencela Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam,  karena beliau melebihkan yang lain dalam pembagian ghanimah, padahal Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah melaksanakan tugasnya sesuai petunjuk Allah kepadanya.

Kemudian Beliau berseru kepada mereka:

يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي، وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فَأَلَّفَكُمُ اللَّهُ بِي، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ الله بي؟
“Wahai sekalian kaum Anshar, bukankan aku mendapati kalian dalam kesesatan, lalu Allah memberikan petunjuk kepada kalian melalui diriku, dan dahulu kalian dalam keadaan terpecah-belah, kemudian Allah menyatukan hati kalian melalui diriku, dan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah menjadikan kalian kaya melalui diriku?

Setiap kali Rasulullah mengatakan sesuatu, maka mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya telah memberikan karunia (lebih dari yang disebutkan)”.
[An-Nasa-i dalam AL-Kubra (V/91)/ Diriwayatkan juga oleh al-Bukhari (no.4330), Muslim (no.1061). Dan ini lafazh al-Bukhari dan Muslim]

Perhatikan, bagaimana Nabi Sholallohu’alaihi wa sallam mensejajarkan nikmat persatuan setelah perpecahan itu dengan nikmat mendapatkan petunjuk setelah tersesat dan kaya setelah miskin. Jadi, nikmat ini (persatuan umat Islam), merupakan salah satu nikmat paling besar, maka sudah selayaknya jika:

Pertama, Nabi Sholallohu’alaihi wa sallam sangat concern untuk mewujudkan persatuan ini dan mengupayakan agar tidak terjadi perselisihan, umat Islam bisa satu kata, sebagaimana agama mereka juga satu, usaha mereka untuk membela Agama Alloh sesuai dengan yang mereka yakini juga satu.

Kedua, mereka harus mewujudkan persatuan ini dengan menghindarkan segala hal yang menumbuhkan perpecahan, perselisihan, dan kekacauan. Karena meyengaja melakukan hal-hal di atas, yakni persengketaan, perselisihan, dan kekacauan tidak diragukan lagi merupakan penghancuran terhadap umat Islam.

Firman Alloh:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (١٠٤)وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (١٠٥)
“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyurpai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (QS. Ali-Imron: 104-105)

Siapa yang mengatakan, ”Janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah…..?” Siapa? Dia-lah Alloh! Alloh-lah yang melarang kita berpecah belah atau menjadi seperti orang-orang yang telah berpecah belah. Ini ayat ini juga menunjukan bahwa berpecah belah dalam Agama merupakan tasyabbuh dengan orang-orang kafir yang telah mendahului kita berpecah belah.

Allah berfirman:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (١٣)
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Agama, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrohim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah Agama dan jangan berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik, agama yang kamu seru mereka kapadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)” (QS. Asy-Syuro: 13)

Perhatikan! “Tegakkanlah Agama dan jangan berpecah belah di dalamnya”  yakni dalam Agama. “Terasa berat bagi orang-orang kafir apa yang kamu serukan kepada mereka.”  Pada ayat di atas, terlebih dulu Alloh menyebutkan Rosul pertama, yaitu Nuh, kemudian mengakhirinya dengan menyebut Rosul terakhir, yaitu Muhammad Sholallohu’alaihi wa sallam.

Alloh berfirman kepada Nabi-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (١٥٩)
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah Agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Alloh, kemudian Alloh akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Al-An’am: 159)


6 Hal Yang Dapat Kita Raih Dari Ukhuwah Islamiyyah

Merajut dan menjaga ukhuwah Islamiyyah memiliki banyak sekali kebahagiaan. Di antaranya:
1. Orang-orang yang merajut ukhuwah Islamiyyah akan merasakan lezatnya iman. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ
Dari Anas, dari Nabi SAW beliau bersabda: "Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka." (HR. Bukhari)

2. Orang-orang yang merajut ukhuwah Islamiyyah akan mendapat naungan pada hari Kiamat.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits qudsi:
إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَينَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلالِي، الْيَومَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إلَّا ظِلِّي
“Allah berfirman pada hari Kiamat, “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan naungan-Ku pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganku.”” (HR. Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ تَعَلَي فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِيْ اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِي أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّي لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَضَتْ عَيْنَهُ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan dari Allah, yaitu: pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mengasihi karena Allah, mereka bertemu dan berpisah di jalan Allah, seorang laki-laki yang dipanggil oleh seorang wanita yang memiliki nasab dan kecantikan lalu berkata, ‘Saya takut kepada Allah’, seorang yang bersedekah dengan rahasia sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seorang yang mengingat Allah dikala sendirian lalu mencucurkan air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Orang yang berukhuwah Islamiyyah akan mendapatkan cinta dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadits tentang mengunjungi saudaranya karena Allah.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ « أَنَّ رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِى قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِى فِى هَذِهِ الْقَرْيَةِ. قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لاَ غَيْرَ أَنِّى أَحْبَبْتُهُ فِى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. قَالَ فَإِنِّى رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ«.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Suatu hari ada seseorang yang melakukan perjalanan untuk mengunjungi saudaranya yang tinggal di suatu desa. Maka Allah mengutus seorang Malaikat untuk menjumpainya di suatu tempat di tengah-tengah perjalanannya. Ketika orang itu sampai di tempat tersebut, Malaikat bertanya: Hendak kemana engkau? Ia menjawab: Aku hendak mengunjungi saudaraku yang berada di desa ini. Malaikat kembali bertanya: Apakah kamu ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya? Ia menjawab: Tidak, aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah. Lantas Malaikat itu berkata: Sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang dikirim kepadamu untuk menyampaikan bahwa Allah telah mencintaimu seperti engkau mencintai saudaramu. (HR. Muslim)

Dari Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang diriwayatkan dari Rabbnya ‘Azza wa Jalla:
حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ ، وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ ، وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ ، وَالْمُتَحَابُّونَ فِي اللهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ .
“Cinta kasih-Ku wajib bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku; cinta kasih-Ku wajib bagi orang-orang yang saling menasehati karena Aku; cinta kasih-Ku wajib bagi orang-orang yang bersilaturrahim karena Aku. Dan orang-orang yang saling mencintai karena Aku berada di atras mimbar-mimbar dari cahaya di bawah naungan ‘Arsy pada hari dimana tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Ku.” (HR Ahmad, no: 21052)

4. Orang-orang yang menjalin ukhuwah Islamiyyah akan mendapat kebahagiaan di akhirat dengan Surga.

Menjenguk atau mengunjungi saudaranya karena Allah, berarti telah menyiapkan tempat tinggal di Surga.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِى اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْزِلاً
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menjenguk orang sakit, atau mengunjungi saudaranya (karena Allah), maka akan ada yang memanggilnya, bahwa engkau telah berbuat baik dan perjalananmu juga baik serta engkau telah menyiapkan suatu tempat tinggal di dalam Surga." (HR. At-Tirmidzi no.2008, dishohihkan oleh Albani)

Saudara yang shalih akan menjadi syafaat di akhirat kelak sehingga selamat dari neraka dan masuk Surga. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon, ‘Wahai Rabb kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.

Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka. Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.…” (HR. Muslim).

Berkaitan dengan hadits ini, imam Hasan Al Bashri rahimahullah berpesan:
”Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat.”

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menasehatkan kepada teman-temannya:
“Jika kalian tidak menemukan aku di surga, maka tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Ucapkan: ’Wahai Tuhan kami, hamba-Mu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.” Kemudian beliau menangis.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إن حول العرشِ مَنابِرَ من نورٍ، عليها قومٌ لِبَاسُهم نورٌ، ووجوهُهم نورٌ، ليسوا بأنبياءَ ولا شهداءَ، يَغبِطُهم النبيُّونَ والشهداءُ. فقالوا: انعَتْهم لنا يا رسول الله. قال: هم المتحابُّون في الله، والمتآخون في الله، والمُتزاوِرُون في الله .
“Sesungguhnya di sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah.” Para sahabat bertanya, “Beritahukanlah sifat mereka wahai Rasulallah. Maka Rasul bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah.” (Hadis yang ditakhrij Al-Hafiz Al-Iraqi, ia mengatakan, para perawinya tsiqat)

5. Mereka yang merajut Ukhuwah Islamiyyah akan meraih derajat iman yang sangat tinggi.
Rasulullah pernah ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau bersabda:
أَنْ تُحِبَّ لِلهِ ، وَتُبْغِضَ لِلهِ ، وَتُعْمِلَ لِسَانَكَ فِي ذِكْرِ اللهِ . قَالَ : وَمَاذَا يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : أَنْ تُحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ ، وَتَكْرَهَ مَا تَكْرَهُ لِنَفْسِكَ .
“…Hendaklah kamu mencinta dan membenci karena Allah…” ...Kemudian Rasul ditanya lagi, “Selain itu apa wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Hendaklah kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi orang lain sebagaimana kamu membenci dirimu sendiri.” (HR. Al-Munziri)

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ فِيْ اللهِ وَأَبْغَضَ فِيْ اللهِ وَأَعْطَى اللهِ وَمَنَعَ اللهِ فَقَدْ اسْتَكْمِلَ الإِيْمَانَ
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka dia telah menyempurnakan imannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
أَوْثَقُ عُرَى الْإِيْمَانِ الْحُبُّ فِيْ اللهِ وَالْبُغْضُ فِيْ اللهِ
“Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena-Nya pula.” (HR. Ahmad)

6. Merajut ukhwah Islamiyyah membuahkan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika dua orang bersaudara (seiman) saling berjumpa dan berjabatan tangan, maka dosa-dosanya akan diampuni sebelum mereka berpisah.

Dari Al Bara’ bin ‘Azib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
“Tidaklah dua muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah.” (HR. Abu Daud no. 5212, Ibnu Majah no. 3703, Tirmidzi no. 2727. Al Hafizh Abu Thohir menyatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Adapun Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إذا التقى المسلمان فتصافحا ، غابت ذنوبهم من بين أيديهما كما تَسَاقَطُ عن الشجرة .
“Jika dua orang Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon.” (Hadis yang ditakhrij oleh Al-Imam Al-Iraqi, sanadnya dha’if)